Jakarta | Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) secara resmi melimpahkan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum pejabat pemerintah daerah dan pengusaha di Sumatera Barat kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat.
Pelimpahan ini berdasarkan surat JAM Pidsus Nomor: R-1280/F.2/Fd.1/04/2025, tertanggal 15 April 2025. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa penanganan perkara lebih lanjut sepenuhnya diserahkan kepada Kejati Sumatera Barat untuk melakukan penyidikan secara menyeluruh, sesuai dengan kewenangan wilayah dan berdasarkan hasil temuan awal dari tim penyelidik Kejaksaan Agung.
“Salah satu perkara utama yang menjadi perhatian adalah dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat tanah adat milik Kaum Maboet di Kota Padang. Proses penerbitan sertifikat tersebut diduga kuat sarat penyimpangan hukum, manipulasi administrasi, serta melibatkan kolusi antara oknum pejabat pemerintah daerah dan pelaku usaha properti di wilayah tersebut,”ujar Rahmad Sukendar Ketum BPI KPNPA RI. Dalam keterangan tertulisnya. Selasa (22/4/25).
Menurut informasi awal, tanah adat yang merupakan milik turun-temurun masyarakat Kaum Maboet diduga telah dialihfungsikan dan disertifikasi atas nama pihak lain tanpa persetujuan sah dari ninik mamak dan ahli waris yang berhak. Proses ini dinilai melanggar prinsip-prinsip hukum adat, Undang-Undang Agraria, serta berpotensi menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, saat dikonfirmasi, menyatakan bahwa langkah pelimpahan ini bertujuan untuk mempercepat proses penyidikan dan mengedepankan penegakan hukum yang akuntabel dan transparan di tingkat daerah. “Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat memiliki yurisdiksi dan kapasitas untuk menindaklanjuti perkara ini secara efektif, dengan tetap berkoordinasi dengan pusat bila diperlukan,” ujarnya.
“Aktivis masyarakat adat dan sejumlah tokoh hukum adat di Padang menyambut baik pelimpahan kasus ini, dan meminta agar proses penyidikan dilakukan secara terbuka dan tidak tebang pilih. “Kami ingin hak-hak masyarakat adat dikembalikan dan mereka yang bermain dengan hukum segera ditindak,” ujar salah satu perwakilan kaum adat.
“Kasus ini menjadi perhatian luas karena menyangkut hak atas tanah ulayat yang selama ini menjadi simbol identitas dan kedaulatan masyarakat adat Minangkabau. Bila terbukti adanya unsur korupsi dan pelanggaran hukum, perkara ini diperkirakan akan menjadi preseden penting dalam perlindungan tanah adat di Indonesia,”jelas Rahmad.
Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya dalam mendukung pemberantasan korupsi, termasuk di sektor agraria dan pertanahan yang kerap menjadi ladang praktik mafia tanah dan penyalahgunaan wewenang.
(*)
0 Komentar